Yuli Supriati, atau lebih akrab disapa Yuli atau Eti, panggilan akrabnya, lahir di Jakarta pada 21 Juli 1970. Yuli merupakaan aktivis sosial yang saat ini mengemban amanah sebagai Sekjen KOPMAS (Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat). Sejak tahun 1915 hingga sekarang Yuli konsisten mengawal isu kesehatan terkhusus layanan JKN – BPJS.
Yuli aktif mengawal dan mendampingi masyarakat yang ingin mendapat atau kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan JKN-BPJS ini. Yuli bersama komunitasnya, KOPMAS aktif mensosialisasikan dan mengedukasi masyakat terkait layanan BPJS. Bukan itu saja Yuli bersama komunitasnya juga memberikan pelatihan relawan ke daerah-daerah yang banyak terdapat keluhan seputar program JKN -BPJS secara gratis.
Berawal dari pengalaman buruk melihat tetangganya kesulitan dalam mendapatkan pelayanan pengobatan melalui JKN-BPJS, hingga berakhir dengan kematian. Dari pengalaman itu Yuli menetapkan hatinya untuk menjadi relawan. Baginya jaminan kesehatan itu adalah hak masyarakat dimanapun berada, dari seluruh lapisan masyarakat atas maupun bawah. Mereka tidak perlu harus mengorbankan banyak hartanya untuk kesehatan di negara yang memilki UU jaminan kesehatan bagi rakyatnya.
Alasan lain yang membuatnya aktif dalam mengawal isu ini, karena Yuli melihat masih banyaknya masyarakat yang belum teredukasi soal program ini, sehingga masyarakat tidak dapat merasakan fasilitas dari program ini. Mereka butuh pendampingan dari orang-orang yang mengerti akan prosedur dan layanan dari program ini. Mereka itu dalah relawan-relawan JKN-BPJS.
Sebagai relawan Yuli banyak menemukan kasus-kasus yang miris seperti telatnya penangan rumah sakit dan terlantarnya pasien, padahal mereka butuh penangan cepat. Bahkan, selama menjadi relawan beliau juga pernah menemui kasus mal praktek yang menyabakan seorang bocah laki-laki menjadi cacat. Baginya permasalahan JKN – BPJS bukan hanya sebatas permasalahan akses rumah sakit saja, namun juga fasilitas tidak memadai yang didapatkan oleh peserta JKN – BPJS, terutama di rumah sakit pemerintah daerah. Sementara untuk kasus di rumah sakit swasta, yang paling sering ditemui adalah sulitnya masyarakat mendapatkan pelayanan secara cepat dan baik karena peraturan rumah sakit.
Baru-baru ini Yuli membantu mendampingi seorang anak berusia 7 bulan yang kesulitan mendapatkan rujukan rumah sakit yang memadai untuk penanganan penyakitnya di daerah Rangkas Bitung. Pihak keluarga si anak menghubungi beliau dan KOPMAS untuk meminta bantuan karena tidak memiliki biaya untuk membayar down paymen atau uang muka ke rumah sakit rujukan dari rumah sakit sebelumnya. Hal ini karena dirumah sakit sebelumnya fasilitas yang ada tidak memadai untuk penangan penyakit si anak, padahal dalam kasus ini si anak terdaftar sebagai peserta JKN-BPJS kelas III.
Setelah dihubungi pihak keluarga Yuli bersama timnya KOPMAS bergerak mencari rumah sakit yang menerima rujukan tanpa harus membayar DP. Sebetulnya untuk kasus gawat darurat ini tidak dibenarkan rumah sakit mempersulit pasien untuk mendapatkan pelayanan karena pasien dalam keadaan genting yang harus segara mendapat pertolongan, terlebih masalah biaya yang seharusnya peserta BPJS mendapatkan penanganan gratis yang dicover JKN-BPJS.
Setelah berhari-hari mencari rumah sakit rujukan dan terus berkoordinasi dengan pihak rumah sakit awal, akhirnya Yuli dan timnya memutuskan untuk merujuk si anak ke rumah sakit besar di Jakarta yaitu rumah sakit Harapan Kita. Waktu itu prosesnya pun tidak mudah ketika si anak dikeluarkan dari rumah sakit awal dan ingin masuk kerumah sakit yang dituju. Banyak prosedur dan berkas-berkas yang harus disiapkan agar si ananak bisa mendapatkan pelayanan segera. Dengan semangat dan usaha yang tak putus dari pagi hingga malam hari, akhirnya usaha Yuli dan timnya membuahkan hasil bagi si anak yang akhirnya mendapatkan rujukan dan penanganan di rumah sakit Harapan Kita.
Baginya, menjadi relawan dan berjuang bersama KOPMAS adalah berkah yang tiada tara, dan merupakan anugrah yang terindah yang diberikan oleh Allah SWT, walaupun Yuli harus membagi waktunya untuk keluarga dan orang lain. Dan kadang harus pulang tengah malam jika harus menunggu pihak rumah sakit. Uangpun harus Yuli keluarkan sendiri untuk ongkos mundar-mandir untuk keperluan advokasi ini, karena tidak ada bayaran dari kerja sebagai relawan. Namun ada kebahagian tersendiri yang hanya kita sendiri rasakan jika advokasi yang kita lakukan berhasil dan kita bisa membantu meringankan kesusahan orang lain. Itu Hikmah yang bisa Yuli ambil dari kerjanya sebagai relawan.
Yuli bersama komunitasnya KOPMAS, akan terus berjuang untuk mengadvokasikan masyarakat untuk mendapat haknya mengakses fasilitas kesehatan lewat JKN-BPJS. Tidak boleh satu orangpun di negeri ini yang tidak mendapatkan keadilan dalam mendapatkan hak kesehatannya. Karena itu Yuli dan Kopmas.
-Oleh Satria Yudistira S.Pd