Jakarta – Tim Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) pada Hari Kanker Anak Sedunia, 15 Februari 2019,  berkunjung ke rumah Anyo, rumah singgah bagi anak penderita kanker di Jalan Anggrek Neli Murni No. 101, Jakarta Barat. Di sana kami bertemu dengan beberapa anak penderita kanker, keluarganya dan pengurus rumah Anyo.

Sarah, pengurus rumah Anyo menyatakan bahwa rumah Anyo diperuntukan bagi anak-anak penderita kanker sejak 2012. Anyo sendiri adalah nama anak penderita kanker, Andre Maruli David Manulang, putra dari Yayasa Anyo Indonesia, Sabar Manulang.

Anyo meninggal pada 7 Desember 2008, karena Leukemia atau kanker darah, pada usia 11 tahun.  Ia disarankan berobat ke Belanda. Karena menjalani pengobatan Leukemia,  sejak SMP hingga SMA Anyo  mengikuti ujian sekolah di KBRI  Belanda.  Ia sempat kuliah satu semester di Denhaag, namun pada usia 19 tahun, Anyo meninggal di Jakarta.

Terinspirasi dengan semangat Anyo dalam melawan kanker,  maka rumah singgah ini dibuat untuk teman-teman Anyo yang kurang beruntung. Untuk masuk ke Anyo, persyaratannya mudah, hanya memberikan foto kopi KK, KTP orang tua, dan BPJS.

Menurut Sarah, jumlah pasien di rumah ini, tidak selalu sama setiap harinya. “Kalau hari ini ada empat orang, mungkin nanti malam bertambah menjadi 6 orang,” kata Sarah.

Kapasitas tampung di rumah Anyo ada 18 bed. Ruang untuk tidur tanpa kamar, hanya ruangan besar  tanpa sekat. “Biar sesame mereka bisa ngobrol  antara satu pasien dengan pasien lain. Saling curhat dan saling menguatkan. Untuk ke rumah sakit, pasien didampingi orang tua atau keluarganya,” ucap Sarah.

Jika yang akan masuk melebihi kapasitas itu, maka  Anyo akan memilih pasien mana yang betul-betul membutuhkan.  Mereka yang tinggal di Anyo disediakan, makan, perlengkapan mandi, susu, hingga pampers. “Untuk biaya operasional, kami mendapat bantuan  dari para donator,” kata Sarah.

Di rumah Anyo,  Kopmas bertemu dengan Hendrik (9) penderita kanker otot sejak usia 3 tahun, Asril (2,8 tahun) penderita kanker otak, dan Siti Julia (17) pernah menderita kanker retinoblastoma dan sudah dinyatakan sembuh pada usia 15 tahun.

Hendrik hingga kini harus bolak-balik Jakarta – Lampung untuk berobat ke RS. Dharmais. Pengobatan panjang sejak usia 3 tahun masih dijalaninya sampai sekarang. Benjolan di leher yang sudah dioperasi sampai dua kali, kini dalam proses radiasi. Sebelumnya bocah yang bercita-cita menjadi tantara ini menjalani kemoterapi sebanyak 30 kali.

“Saya ingin sembuh,” kata bocah yang rambutnya rontok akibat kemoterapi. Semangat untuk sembuhnya luar biasa, karena ia mengaku kuat dalam menjalani pengobatan kanker otot.

Sementara Asril, penderita kanker otak, hingga kini masih menjalani pengobatan. Dia sudah dioperasi 7 kali dan sekarang masih terus menjalani kemoterapi.

Adapun Siti Julia, 17 tahun, penderita kanker retinoblastoma pada usia 4 tahun, dinyatakan sembuh pada usia 15 tahun. Kini ia tinggal dan sekolah di rumah Anyo. “Saya ingin memberi semangat bagi teman-teman di sini, untuk kuat melawan kanker,” kata gadis asal Purwakarta.  (Kopmas- Enisa)